Kelompok Marginal : Kaum Ahmadiyah





Melihat semakin berkembangna zaman dan terus maju, banyak hal yang berubah untuk tetap bertahan agar tidak tertinggal. Namun, ada juga yang tidak mampu dan harus menjadi terbelakang. Berbagai perubahan dan perkembangan yang terjadi juga telah mengubah sikap dan cara pandang dari masyarakat. Sebagian lebih memilih untuk menjadi lebih maju, menginginkan yang instan, cepat, mudah di jangkau tanpa melihat bukti dan kebenaran dari hal tersebut. Yang mereka ketahui bahwa hal yang mereka dapatkan tersebut adalah hal yang benar.

Banyak yang mudah terprovokasi oleh kata-kata dan kalimat dari sebuah kutipan maupun ucapan dari orang lain dan mudah tersinggung. Hal ini menjadi salah satu perubahan pesat yang dapat kita lihat dari kemajuan yang ada. Khususnya kemajuan dari media massa. Media massa memberi banyak kemudahan dalma mengakses, mengemukakan pendapat, dsb.
Terkait dengan adanya media massa, dan segala kemajuan yang terjadi juga telah mengubah sebagian pola pikir masyarakat, ada beberapa kelompok marginal yang terbentuk, dalam hal ini kelompok memilih tema Agama sebagai pembahasan pada topik minggu ini.

https://www.rappler.com/indonesia/122075-human-rights-watch-pelaranganahmadiyah-subang

Kami mengambil kasus yang sempat terjadi pada tahun 2011, mengenai sebuah  komunitas Ahmadiyah di kecamatan Cikeusik, Pandeglang, Banten diserang oleh sekelompok yang diduga Muslim garis keras. Bagi para pengikutnya, Ahmadiyah dianggap sebagai gerakan kebangkitan kembali dalam Islam (Al Islam, 2012). Menurut situs resmi Komunitas Muslim Ahmadiyah Al Islam, pengikut Ahmadiyah meyakini bahwa “Penyelamat yang telah lama ditunggu telah hadir dalam sosok Mirza Ghulam Ahmad.” Dalam kasus ini, komunitas ahmadiyah diserang oleh sekelompok orang yang diduga Muslim garis keras. Penyerangan ini memakan korban jiwa sebanyak 3 orang.

Dalam meliput kasus ini media lebih memfokuskan pemberitaannya pada aspek kesesatan dibanding melaporkan tindak kekerasan yang terjadi pada kaum tersebut. Padahal, jika media mampu mengangkat kasus kekerasan yang terjadi pada pengikut Ahmadiyah sebagai korban maka pemberitaan mengenai kesesatan kaum tersebut tidak dibesar-besarkan. Seharusnya media dapat menyampai sesuatu yang baik dan bukan menjelek-jelekkan. Media tidak boleh memihak  dan dalam menyampaikan berita harus netral.

Melihat hal ini, komunitas Ahmadiyah dapat disebut sebagai kelompok marginal. Mengapa? Karena keberadaannya di Indonesia sendiri sebagai kelompok minoritas, banyak mendapat diskriminasi dan mendapatkan representasi buruk dari masyarakat luas. Seharusnya disinilah peran media untuk membangun wacana public mengenai Ahmadiyah di Indonesia.

Mendukung opini yang kami sampaikan, berikut merupakan salah satu portal berita yang memberitakan mengenai susahnya kaum Ahmadiyah untuk hidup dengan stigma sesat.
https://nasional.kompas.com/read/2017/11/07/23075931/sidang-mk-warga-ahmadiyah-ungkap-sulitnya-hidup-dengan-stigma-sesat

Sumber/Referensi
Nugroho, Y., Nugraha, LK., Laksmi, S., Amalia, M., Putri,DA., Amalia,D., 2012. Media dan kelompok rentan di indonesia

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer