Kelompok Marginal : Kaum Ahmadiyah
Melihat semakin berkembangna zaman dan terus maju, banyak
hal yang berubah untuk tetap bertahan agar tidak tertinggal. Namun, ada juga
yang tidak mampu dan harus menjadi terbelakang. Berbagai perubahan dan perkembangan
yang terjadi juga telah mengubah sikap dan cara pandang dari masyarakat.
Sebagian lebih memilih untuk menjadi lebih maju, menginginkan yang instan,
cepat, mudah di jangkau tanpa melihat bukti dan kebenaran dari hal tersebut.
Yang mereka ketahui bahwa hal yang mereka dapatkan tersebut adalah hal yang
benar.
Banyak yang mudah terprovokasi oleh kata-kata dan kalimat
dari sebuah kutipan maupun ucapan dari orang lain dan mudah tersinggung. Hal
ini menjadi salah satu perubahan pesat yang dapat kita lihat dari kemajuan yang
ada. Khususnya kemajuan dari media massa. Media massa memberi banyak kemudahan
dalma mengakses, mengemukakan pendapat, dsb.
Terkait dengan adanya media massa, dan segala kemajuan yang
terjadi juga telah mengubah sebagian pola pikir masyarakat, ada beberapa
kelompok marginal yang terbentuk, dalam hal ini kelompok memilih tema Agama
sebagai pembahasan pada topik minggu ini.
Kami mengambil kasus yang sempat terjadi pada tahun 2011,
mengenai sebuah komunitas Ahmadiyah di kecamatan Cikeusik, Pandeglang,
Banten diserang oleh sekelompok yang diduga Muslim garis keras. Bagi para
pengikutnya, Ahmadiyah dianggap sebagai gerakan kebangkitan kembali dalam Islam
(Al Islam, 2012). Menurut situs resmi Komunitas Muslim Ahmadiyah Al Islam,
pengikut Ahmadiyah meyakini bahwa “Penyelamat yang telah lama ditunggu telah
hadir dalam sosok Mirza Ghulam Ahmad.” Dalam kasus ini, komunitas ahmadiyah
diserang oleh sekelompok orang yang diduga Muslim garis keras. Penyerangan ini
memakan korban jiwa sebanyak 3 orang.
Dalam meliput kasus ini media lebih memfokuskan pemberitaannya
pada aspek kesesatan dibanding melaporkan tindak kekerasan yang terjadi pada
kaum tersebut. Padahal, jika media mampu mengangkat kasus kekerasan yang
terjadi pada pengikut Ahmadiyah sebagai korban maka pemberitaan mengenai
kesesatan kaum tersebut tidak dibesar-besarkan. Seharusnya media dapat
menyampai sesuatu yang baik dan bukan menjelek-jelekkan. Media tidak boleh memihak
dan dalam menyampaikan berita harus
netral.
Melihat hal ini, komunitas Ahmadiyah dapat disebut sebagai
kelompok marginal. Mengapa? Karena keberadaannya di Indonesia sendiri sebagai kelompok
minoritas, banyak mendapat diskriminasi dan mendapatkan representasi buruk dari
masyarakat luas. Seharusnya disinilah peran media untuk membangun wacana public
mengenai Ahmadiyah di Indonesia.
Mendukung opini yang kami sampaikan, berikut merupakan salah satu portal berita yang memberitakan mengenai susahnya kaum Ahmadiyah untuk hidup dengan stigma sesat.
https://nasional.kompas.com/read/2017/11/07/23075931/sidang-mk-warga-ahmadiyah-ungkap-sulitnya-hidup-dengan-stigma-sesat
Sumber/Referensi
Nugroho, Y., Nugraha, LK., Laksmi, S., Amalia, M., Putri,DA., Amalia,D., 2012. Media dan kelompok rentan di indonesia
Sumber/Referensi
Nugroho, Y., Nugraha, LK., Laksmi, S., Amalia, M., Putri,DA., Amalia,D., 2012. Media dan kelompok rentan di indonesia
Nice, semoga bisa menjadi media yg berkembang
BalasHapusmantab!
BalasHapusManteuppp
BalasHapusI like it 👍
BalasHapussemoga kaum marginal dilindungi hak2nya
BalasHapusKeren👍🏻
BalasHapus